Mahasiswa dan Revolusi Ekonomi
Kita, mahasiswa adalah generasi muda yang dikenal memiliki semangat, penuh dedikasi, enerjik, cerdas dan sudah barang tentu berilmu. Sebab kita digodok di sebuah tempat yang bernama kampus. Terlebih apabila kita tengok sedikit perjuangan bangsa ini, tidak terlepas dari peran serta dari sosok yang bernama mahasiswa.
Di tahun 1928, Ada sosok seperti Wahidin Sudiro Husodo, seorang mahasiswa Stovia, Jakarta. Bersama rekan-rekannya, dia bisa menghimpun banyak pemuda dan lahirlah Sumpah Pemuda, yang bisa mengikat komponen bangsa untuk bersatu, di bawah bayang-bayang penjajahan Belanda.
Setelah itu, lahirlah sosok Bung Hatta dan Sutan Syahrir, dengan kumpulan Pelajar Indonesia-nya di negeri Belanda, memberi semangat kepada pemuda lain, untuk lepas dari kungkungan penjajah. Dan dengan pemikiran-pemikirannya memberi kontribusi besar dalam rangka kelahiran sebuah negeri bernama Indonesia.
Selanjutnya Adam Malik dan kawan-kawan, dengan semangat membaranya, mendorong agar kaum tua seperti Sukarno dan lainnya cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan, selepas Hiroshima dan Nagasaki dibom. Jangan tunggu waktu lebih lama lagi, katanya. Karena semangatnya aksi penculikan pun terjadi. Ingat kasus Rengasdengklok? Dan atas dorongan sosok-sosok muda itu, proklamasi dibacakan, di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Di tahun 1966, ketika pemerintahan Bung Karno sedang tidak menentu, tampillah sosok-sosok mahasiswa, seperti Arif Rahman Hakim, Cosmas Batubara, Abdul Gafur. Mereka memberikan semangat kepada rakyat agar melaksanakan TRITURA yang melahirkan orde baru
Tak hanya itu, ketika di tahun 1974, di saat pemerintahan orde baru memberikan kebijakan yang kurang sesuai dengan kebanyakan rakyat, Hariman Siregar dan kawan-kawan juga turun ke jalan. Dan meletuslah peristiwa MALARI.
Terakhir dan masih hangat dalam benak kita, di tahun 1998, kita menyaksikan bagaimana peranan mahasiswa mendobrak kebekuan politik Suharto. Terjadilah apa yang dinamakan reformasi.
Dari sederetan peristiwa-peristiwa keterlibatan mahasiswa sudah tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa mahasiswa memang mampu mengambil peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa ini. Mahasiswa dengan semangat idealismenya dan hati nurani yang menjadi pedoman pergerakannya masih berkomitmen dalam mengambil peran terhadap berbagai permasalahan bangsa ini. Meskipun tidak bisa kita pungkiri juga bahwa ada kelompok-kelompok mahasiswa yang secara sadar ataupun tidak sedang ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.
Apabila kita kilas balik lagi 10 tahun yang lalu, bahwa salah satu penyebab yang melatarbelakangi pergerakan mahasiswa ketika itu adalah karena keadaan bangsa kita yang sedang digoncang oleh badai krisis ekonomi. Harga-harga yang melambung tinggi, kemiskinan yang semakin meningkat, utang negara yang semakin mencekik akhirnya membuat rakyat berteriak hingga kerusuhan terjadi di mana-mana.
Mungkin inilah salah satu ledakan kecil dari mengguritanya sistem ekonomi kapitalisme dan akan ada ledakan-ledakan yang lebih dahsyat yang akan kita hadapi jika sistem ini tidak juga di renovasi (baca: hancurkan). Tidak hanya di Indonesia namun juga sebagian besar negara-negara di dunia.
Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa ekonomi kapitalis telah memberikan begitu banyak hasil positif bagi kemajuan bangsa ini. Pembangunan sarana infrastuktur, perkembangan sains dan teknologi dan berbagai macam kemudahan hidup yang sampai detik ini dapat kita nikmati menjadi bukti bahwa ekonomi kapitalis seakan-akan telah berhasil dalam membangun bangsa. Kemakmuran terwujud dengan sebaik-baiknya.
Namun, di balik itu semua ternyata ekonomi kapitalis memiliki efek-efek negatif. Pengangguran, penimbunan barang, jeratan-jeratan hutang, krisis dunia yang terus berulang-ulang, merupakan sebagian kecil dari bencana-bencana ekonomi dunia yang ditimbulkan oleh ekonomi kapitalis. Terjadinya kemiskinan yang semakin meluas di negara dunia ketiga dan ekploitasi ekonomi dari sekelompok negara maju terhadap negara-negara berkembang telah menciptakan penjajahan gaya baru. Kekacauan yang terjadi pun tidak hanya dalam bentuk ekonomi saja, tetapi telah meluas menyentuh pada wilayah hukum, sosial budaya, bahkan kancah pertarungan politik. Kriminalitas dan konflik-konflik sosial menjadi peristiwa keseharian yang menunjukkan ketimpangan sosio-ekonomi, sehingga yang terlihat adalah instabilitas, dimana kemajuan tidak bermakna kesejahteraan. Beberapa pakar ekonomi pun memprediksikan sebuah krisis yang maha dahsyat yang akan terjadi.
Oleh karena itu, hari ini, untuk kesekian kalinya diperlukan peran kita sebagai mahasiswa untuk mengatasi permasalahan yang sedang siap umtuk meledak. Sebuah revolusi ekonomi yang lebih berkeadilan, yang mampu menjadi solusi, baik dalam tataran praktis maupun teoritis.
Hari ini, rakyat menunggu Wahidin, Hatta, Adam Malik, Arief Rahman Hakim dan Hariman Siregar baru, yang siap melakukan revolusi terhadap kondisi yang terjadi. Dibutuhkan mahasiswa yang masih memiliki semangat idealisme dan hati nurani terhadap kondisi bangsa, khususnya di bidang ekonomi.
Tapi, adakah di antara kita yang masih punya niat bersih seperti itu? Sebab kuliah di jaman ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga selepas keluar dari perguruan tinggi, yang ada dalam benak kita adalah ingin secepatnya mendapat hasil atau gaji besar, agar uang kuliah cepat kembali. Dan tidak mustahil kita terjebak kepada hal seperti itu. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada yang mau berpendapat?