28 Februari 2011

Penting enggak Penting

Sedikit informasi penting enggak penting sihh....
Beberapa hari yang lalu entah sebab apa nomor IM3 saya terblokir, padahal masa berlaku kartu kalo enggak salah sampe bulan mei 2011. Alhasil saya pergi ke gerai Indosat di Bandar Lampung untuk komplain, Menurut penuturan CS-nya bahwa fisik kartunya yang rusak. Mungkin juga sihh.. karena memang saya enggak pernah gonta-ganti kartu dan masih setia dengan kartu tersebut, cz awal beli HP dan nomor simcard ya beli itu. Saya jadi sedih banget.. (hiks.. hiks...!). Tapi menurut penuturan CS tadi bahwa fisik tersebut bisa diganti dengan tetap memakai nomor yang lama. Tapi karena stok nomor kosongnya sedang habis dan berhubung nomor saya itu regional jabodetabek maka tidak bisa diselesaikan hari itu juga. Saya diminta menunggu kurang lebih dua pekan. Oleh karena itu saya ingin menginformasikan bahwa nomor saya yang 085691714916 sedang dalam masa perbaikan. Sebagai penggantinya mungkin rekan-rekan yang ingin menghubungi saya bisa ke nomor 085788799310. Silahkan, kalo mau di save ya sukuurr.. kalo enggak juga enggak maksa koq...

Demikian informasi penting enggak penting dari saya, semoga menjadi penting dahh yaa... Oh ya 1 lagi, HP saya sedang dalam kondisi rusak dan baru sempat menggantinya dengan HP pinjaman, dan nomor temen-temen pun ada di HP yang rusak tersebut, jika tidak keberatan boleh diimel/sms nomor temen-temen sekalian agar mempermudah komunikasi dan silaturahim...

terimakasih

Surat dari Lampung (1)

Apa kabar rekan-rekan? Kabar ini saya tulis dengan diliputi perasaan rindu pada kalian. Rindu pada kerja-kerja bareng kita di ROHIS SMAN 49. Rindu pada syuro-syuro IAR, entah itu membahas mentoring, rekruitment atau setidaknya tentang rencana penyelenggaraan dauroh tarqiyah, tafakkur alam dan LDKR. Rindu pada pertemuan-pertemuan pekanan yang dinamis dengan hafalan, qadayyah atau saling tausyiah. Iya, saya rindu semua itu. Entah kapan lagi kita akan bersama. Mengukir indahnya cinta dalam dekapan ukhuwah di jamaah dakwah. berjalan beriringan memikul amanah. Ketika yang satu terluka maka yang lain mengobati. Ketika yang satu salah maka yang lain menasehati. Ahh... entahlah... 

Bang Mamat suatu waktu pernah komentar di facebook saya, "Hidup emang pilihan, masing-masing kita sudah punya jalan. Gw udah menemukan jalan gw sendiri, ente juga udah menemukan jalan ente, kita berjuang semaksimal mungkin di jalan masing-masing. Mungkin jalan kita berbeda, tapi gw berharap tujuan kita sama. Mudah-mudahan kita ketemu di tempat yg enggak ada lagi perpisahan, dikumpulkan bersama orang-orang yang saling mencintai dan dicintai Allah. Semoga nanti kita bisa saling menyapa di pintu surga-Nya"

25 Februari 2011

Khoiro Ummah

Kita yang terbangun dari tinta hitam pena para ulama. Kita yang terbentuk dari merah segar darah para syuhada. Kita yang belajar dari khalifah Umar yang membawa Islam ke ujung Andalusia, atau Ibnu Sina sang pelopor kecerdasan umat manusia,  hingga Khawarizmi dan angka matematika-nya yang menginspirasi sepanjang masa.

Kita bukanlah kumpulan domba yang terkutuk yang siap menjadi mangsa para serigala. Kita juga bukan kumpulan busa di tengah laut yang mudah terombang-ambing dihempas sang ombak. Seharusnya, kita tak mudah diadu domba sehingga saling mengkafirkan satu dengan lainnya.

Kita, Ummat yang terbaik yang diturunkan untuk manusia. Membawa berkah dan rahmat bagi semua alam. Berjalan dengan anggun dan mempesona. Sekuat baja namun selembut melati. Tegas namun penuh cinta. CInta yang berasal dari Penguasa alam semesta.  Kita telah bertransaksi, menjual diri kita dengan syurga-Nya. Kita tak'kan mati. Karena mati yang sesungguhnya adalah kehidupan kita.

21 Februari 2011

Dari yang Sekepalan

Kebencian itu sebenarnya tak berada dimana-mana. Ia hanya menyelimuti hati yang sekepalan itu saja. Tetapi, dari yang sekepalan itu, kebencian bisa meluluhlantakkan seisi kota; meratakan sepenjuru negara; bahkan mengubah wajah dunia jadi ladang ketakutan tak terperi. Padahal ia hanya bermula dari yang sekepalan. Padahal ia tak lebih dari yang segenggaman tangan. Ia hanya bersemayam di hati. Ia hanya menggelapi hati ini. 

Seandainya kita tahu di mana hati itu berada. Sehingga bisa kita comot dan bersihkan sebagaimana kita raupi muka dengan air segar agar tampak berseri-seri; sebagaimana kita gosok dan licinkan pakaian agar tampak indah di pandangan. Sayang kita hanya bisa tunjuk hati ada di dalam dada; karena rasa sesak dan geram itu ada di sana. Seandainya bisa kita jaga hati yang sekepalan ini dari bayangan gelap itu, mungkin akan kita wariskan alam raya nan damai bagi saksi-saksi kehidupan

18 Februari 2011

Pahlawan Kolektif

Pada umumnya setiap perlawanan terhadap suatu tiran akan menghadapi apa yang disebut perjuangan. Perlawanan yang berhasil mencapai tujuannya adalah membutuhkan perjuangan yang terus-menerus, atau biasa disebut sustainable/istimror. Di setiap perjuangan pasti membutuhkan para pejuang atau biasa disebut pahlawan. Mereka adalah orang-orang yang menjadi penggerak roda perjuangan. Mereka berjuang tanpa kenal lelah hingga perlawanan tersebut tiba pada tujuannya. 

Namun, sudah menjadi keumuman bahwa kita mengenal para pahlawan di setiap perlawanan hanya beberapa gelintir saja. Contoh saja perlawanan kemerdekaan Indonesia. Tak banyak nama yang terabadikan lewat buku-buku sejarah. Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Tuanku Imam Bonjol, Kapitan Pattimura hingga perlawanan Jenderal Soedirman. Memang mereka telah banyak berjasa untuk memerdekaan negeri ini dari tirani dan penjajahan. Semoga amal dan perjuangan (saya lebih menyukai untuk menggunakan kata 'jihad') mereka menjadi tiket kilat ke syurga.

Namun di balik itu semua, perjuangan mereka tidak akan berhasil sampai negeri kita merdeka tanpa dukungan pasukan yang kuat. Pangeran Diponegoro tidak mungkin dapat kita kenang sebagai pahlawan Perang Diponegoro tanpa kontribusi para prajuritnya yang setia membantu dari mulai pengirim pesan, pembuat senjata hingga suplay logistik makanan. Begitu pula dengan Jenderal Besar Soedirman, beliau mungkin hanya jenderal biasa jika tidak ada jundi-jundi yang membantunya dalam Perang Gerilya melawan agresor Belanda.

Begitulah para pahlawan. Namanya menjadi besar karena ada 'pahlawan-pahlawan' kecil di sekelilingnya. Inilah salah satu kesuksesan dari konsep amal jamai'. Bahwa perlawanan selalu identik dengan amal yang terorganisir dari individu-individu hebat yang mengisi di setiap lini perjuangan. Ia tidak bisa diusung oleh seorang saja, karena itu hanya mendatangkan kekonyolan. 

Seperti pada permainan sepak bola, bahwa kita membutuhkan kerjasama. Dari satu kaki ke kaki yang lain. Dari umpan silang ataupun terobosan, atau dari jebakan offside hingga sepakan pojok. Kadang perlu melakukan permainan keras, namun tidak jarang juga harus bermain indah dan sportif tentunya dengan strategi terbaik yang mampu dilakukan. Mengisi setiap pos sesuai kemampuan masing-masing sampai pada akhirnya menciptakan goal untuk memenangkan pertandingan.

Itulah jamaah para pahlawan. Kolektifitas mereka di atas potensi-potensi terbesar dari setiap individu yang ada. Potensi-potensi tersebut terus diasah, dikembangkan dan dimaksimalkan dengan baik sesuai kemampuannya masing-masing untuk satu tujuan. Layaknya Sholahuddin Al Ayubi menaklukkan tentara perang salib dengan dukungan ribuan pahlawan tak dikenal. Atau, 2 juta demonstran Mesir yang berjuang menghancurkan tirani. Sehingga puluhan juta lainnya ikut bersorak merayakan kemenangan, walaupun mereka tidak ikut berdemonstrasi, bahkan seluruh dunia pun ikut merayakannya. Dan hingga para akhirnya walaupun setiap kita akan dihisab nafsi-nafsi, tetapi melalui amal jamai'-lah amalan nafsi kita dapat berlipat ganda.

16 Februari 2011

Sketsa Penegak Hukum

Ada sedikit pengalaman menarik dari para penegak hukum di tempat daerah saya tinggal sekarang ini. Tentang Kejujuran, keadilan dan harga diri. Semuanya telah tereliminasi dari orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum tersebut. Saya tidak ingin ghibah atau menjelek-jelekkan pihak-pihak tertentu. Tapi hanya ingin berbagi, mengingatkan dan memberi perhatian khusus agar institusi-institusi penegak hukum tersebut dapat instropeksi untuk kemudian menjadi lebih baik setelahnya. Di samping juga, saya tidak memiliki kemampuan (power) untuk memperbaiki dengan tangan, oleh karenanya saya hanya bisa menuliskannya dengan harapan mereka-mereka ynag mempunyai kekuatan dapat segera memperbaikinya dengan tangan-tangannya.

Awal mulanya cerita, saya beserta istri baru pindah beberapa pekan di kota yang kami tinggali sekarang. Untuk mempermudah mobilitas dan transportasi kami memutuskan datang ke salah satu dealer motor dekat kediaman kami untuk membeli sepeda motor, tipe 'betik' (bebek metik) keluaran terbaru (sampai dengan saat ini setahu dan sepengelihatan saya dan istri, kami belum pernah melihat motor dengan tipe yang sama berkeliaran di kota ini, entah karena memang promosinya yang kurang atau memang belum ada minat dari masyarakatnya). Kami pun sepakat kredit motor, karena untuk tunai belum ada anggaran.

Singkat cerita, kami pun pergi kemana-mana dengan betik tersebut, tentunya dengan menggunakan helm walau plat nomor motor belum ada karena sedang dalam proses di dealernya. Kami lihat banyak orang 'seliweran' di depan petugas polisi dan pos polisi dengan tanpa menggunakan helm. Saya heran, mengapa petugas polisi tersebut tidak menilangnya? Mungkin masih jalanan 'kampung'. Akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa boleh tidak pakai helm karena memang jalanan tersebut masih 'jalan kampung'. Hal tersebut didukung kondisi jalan yang memang rusak dan banyak lubang. Sehingga lama kelamaan kami tidak memakai helm lagi jika hanya melewati 'jalan kampung' tersebut, disamping tidak kena tilang juga karena agak berat dan panas jika harus memakai helm (sepakat tak?!)

Setelah beberapa hari kami seliweran di depan polisi itu dan tidak pernah kena tilang. Polisi mendiamkan dan tanpa ada reaksi. Bukan hanya para pengendara motor yang melanggar yang didiamkan, tapi juga ketika lalu-lintas macet dan para pengendara tidak ada yang mau mengalah. Mereka hanya diam menonton. Sehingga kadang saya tertawa dalam hati melihat kondisi yang ada.

15 Februari 2011

Adalah Kader


Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar
(Annisaa: 95)

Adalah kader, mereka yang berada pada barisan awal dari dakwah. Menjadi motor penggerak dari dakwah. Ia berada di garis terdepan dari amar ma'ruf nahi munkar. Bergerak dengan jamaah kader yang lain, konsisten tanpa ada rasa lelah. 

 Dakwah harus dikemas dengan baik, indah dan cantik. Seperti mobil Alphard, Veriville atau Elgrand. Indah dipandang mata. Itulah karakteristik umum dakwah. Namun keindahan itu tidak dapat bergerak tanpa adanya mesin-mesin di dalamnya. Mungkin kita akan takut kalau sebuah Alphard bergerak tanpa boddy, meskipun dengan begitu, Alphard tersebut masih bisa difungsikan dan dijalankan. Dan sebaliknya, Alphard tersebut tidak bisa berjalan kalau hanya boddy-nya saja yang ada. Itulah kader. Menjadi penggerak dari keindahan dakwah. Meski kader itu sendiri tidak indah untuk dipandang

Dan mesin itu harus bekerja ekstrak keras agar roda dakwah beserta bangunannya bisa berjalan dengan baik. Jika memang mesin itu rusak, tentunya harus diperbaik, service atau bahkan kalau memang rusaknya sudah akut, maka harus diganti. Begitulah kader. Tiap pekan pun harus diisi batereinya. Ruhiyyahnya pun diperhatikan, agar tidak mudah rusak atau sampai mogok dari dakwah.

Ia-pun harus ditempa dengan pupuk dengan waktu yang cukup lama. Seperti pohon rambutan, mangga atau durian. Tumbuh dan berbuahnya lama, namun sekali berbuah akan banyak menghasilkan dan ia akan menghasilkan buah lagi setelah berbuah. Itulah kader. Berbeda dengan pohon toge, yang tumbuh dan berbuah cepat dalam waktu satu-dua pekan tetapi mati-nya pun cepat.

Adalah kader, ia konsisten, berjamaah dan bergerak dalam barisan yang teratur. Karena Allah akan membedakan mereka yang duduk-duduk saja dengan orang-orang yang berjihad. Jadi, anda pilih yang mana?

13 Februari 2011

Yayasan Budi Nida Asih: Surganya Orang Miskin

Yayasan Budi Nida Asih: Surganya Orang Miskin: "“Kepadaku diperlihatkan semua penghuni surga, ternyata yang aku saksikan kebanyakan penghuni surga itu adalah orang-orang miskin, dan kebany..."

12 Februari 2011

Berjuang dengan Jamaah

Perlawanan, perjuangan, konfrontasi, atau apapun namanya tidak bisa dilakukan sendirian. Perjuangan itu harus dilakukan secara kolektif, terorganisir, saling mengisi dan saling melengkapi. Berjamaah, layaknya ribuan rintik-rintik hujan yang tertiup angin kencang hingga menghasilkan badai dan dapat menumbangkan pepohonan, menenggelamkan rumah dan menghanyutkan kendaraan. Berjamaah, layaknya himpunan lidi-lidi yang menyatu dalam ikatan kokoh sehingga dapat menyapu kotoran-kotoran pengganggu. 

Andai saja tetesan air itu datang sendiri-sendiri tentulah tiada berharga dan tiada berpengaruh apa-apa. Andaikan lidi-lidi itu berserak di halaman rumah yang kotor tentulah hanya akan menambah kekotoran halaman tersebut. Itulah filosofi pergerakan. 

Satu lagi, bahwa pergerakan untuk melakukan perlawanan, konfrontasi dan perjuangan melawan kebathilan yang telah mendarah daging tidak dapat dilakukan sehari dua hari. Ia harus digerakkan secara konsisten (istimroriyyah/sustainable). Setiap keletihan, luka, bahkan pengorbanan yang dilakukan tiada sia-sia.

Seperti perjuangan rakyat Mesir untuk menundukkan rezim diktator yang telah mengakar selama 30 tahun. Perjuangan mereka tidak dilakukan sehari dua hari. Tapi berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun sampai menuju momentum yang tepat hingga kemenangan tiba. 

Jamaah yang solid adalah jamaah yang terorganisir, konsisten dan terikat dalam ikatan yang kokoh. Kuat dalam diri, kuat pula diluar. Hingga batu-batu pun hancur berantakan.

11 Februari 2011

Iman dan tindakan berekonomi

Iman, kadang tidak rasional. Bahkan iman bisa bertolak belakang dengan iman. Rasional di sini tentunya mengambil dari referensi barat yang sekarang telah menjadi pandangan umum ummat manusia. Iman, yang membuat amarah Umar berubah menjadi tangisan taubat. Iman pula yang membuat Abu Bakar hanya meninggalkan Allah dan Rasul-nya untuk menghidupi keluarganya, sedang hartanya ia sumbangkan semua untuk dakwah Islam. Sehingga iman menjadi perisai Mus'ab bin Umair rela berdiri di tumpukan nyawa sang ibu.

Ketika iman telah meresap dalam hati, diucapkan dengan lisan maka akan tercermin dari amal perbuatan. Segala perilakunya tentu harus persetujuan Allah yang diimaninya. Mulai dari ketaatan ibadah, hingga tingkah taku sesama manusianya. Sehingga mustahil orang yang beriman melanggar perintah-Nya dan mengerjakan hal yang dilarang-Nya Karena ketika ia dalam kondisi seperti itu, maka iman telah hilang dari dirinya.

Termasuk iman dalam menjalankan aktivitas ekonomi. Segala perilaku yang ia kerjakan harus sesuai dengan apa yang telah digariskannya. Tiada lagi tawar-menawar mencari pembenaran hingga keringanan untuk sedikit melanggar sesuatu yang dilarang. Karena kalau ia melanggar, maka BOHONG besar apabila ia beriman. Apakah Bilal lantas meminta keringanan untuk menyatakan bahwa Latta dan Uzza adalah tuhannya hanya karena tubuhnya ditindih batu besar di padang pasir pada saat matahari menyengat dengan panasnya? 

Itulah iman yang tak bisa ditawar bahkan meminta keringanan untuk sekedar menabung di bank haram karena fasilitas, kemudahan atau sekedar luasnya jaringan. Karena lawan dari iman adalah kafir. Kafir yang diibaratkan Allah seperti seseorang yang berada di lautan luas di malam hari, diliputi ombak yang diliputi ombak lagi dan dinaungi awan yang gelap. Hingga ia tidak bisa membedakan yang halal dan haram, yang manfaat atau mudharat.




10 Februari 2011

Hujan...

Hujan memang membawa kesan tersendiri. Kehadirannya menjadi rasa tersendiri bagi tiap orang yang bisa jadi saling bertolak belakang. Sang petani bisa saja senang dengan kehadiran hujan, yang menjadi pencerah bagi padi-padinya untuk sekedar melepas haus. Si pekerja mungkin akan menggerutu dengan kehadirannya yang menandakan bahwa ia tidak akan cepat tiba di rumah karena sebagian jalan yang akan ia lalui tergenang karena jatuhnya ribuan rintik-rintik air yang sangat deras. 

Namun... Marilah kita sekedar merenung dan diam sejenak. Rasakan dalam-dalam ketika hujan datang. Pejamkan mata. Rasakan iramanya sambil mencium wangi tanah yang seharian di terpa matahari lalu kemudian diserang ribuan titik-titik air membasahi dan membersihkan. Mari tenggelamkan jiwa, pasang telinga pada hati dan berkelanalah dalam ruang sanubari. Dengarkan semua suaranya, cermati getaran dan warna-warni aromanya  Ada apa disana?

Memang pada dasarnya hujan itu hanya tetesan air, tetapi ia menjadi lain ketika tetesan air itu tidak hanya sendiri tetapi berjamaah pada satu tempat dan waktu yang sama. Frekwensi tetesan air juga menentukan apakah ia hanya hujan kecil atau gerimis, dan ada angin yang mengiringinya pun membuat hujan mejadi naik ke level yang lebih tinggi, bukan sekedar gerimis atau hujan deras tetapi menjadi hujan badai. 

Dari hujan kita dapat belajar keberjamaahan. Bahwa ketika tetesan air itu sendiri, maka tidak bisa disebut hujan dan tiada berartinya. Namun ketika tetesan air itu banyak, maka bukan hanya gerimis dan hujan lebat, badai pun bisa dibuat olehnya. Dari hujan, ia mengajarkan bahwa sebuah pergerakan yang memiliki kekuatan yang luar biasa dan memberikan hasil yang tak kalah luar biasa adalah kerja berjamaah, bukan infiradi. Kerja jamaah, telebih jamaah dakwah yang menghimpun semua potensi untuk kemudian dikeluarkan pada waktu yang bersamaan dan tempat yang sama sehingga mendapatkan hasil akan merubah wajah dunia. Seperti hujan, kerja bersama tetes-tetes air pada satu irama, waktu dan tempat yang sama membuat tak ada sejengkal bumi pun yang tidak basah, udara menjadi lebih bersih. Bahkan dengan angin, perubahan akibat hujan menjadi lebih nyata dan berbeda.