Sebagaimana kita ketahui sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan merupakan aset yang paling berharga. Optimalisasi hasil pencapaian perusahaan akan sangat didukung oleh peningkatan peran direksi dan manajer yang terlibat dalam pengelolaan SDM dan para staf yang mampu bekerja dengan sebaik-baiknya. Perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat menuntut pengelolaan SDM secara terpadu antara pemahaman sistem dan manusia yang ditunjang oleh keahlian, ketrampilan, kepemimpinan dan kerjasama kedua belah pihak.
Mengulas sedikit ke belakang tentang cara manusia bertahan hidup dan melakukan aktifitas ekonominya. Pada awalnya, manusia hidup di era batu di mana hanya mengandalkan cara berfikir dan peralatan yang sederhana untuk mendukung kehidupannya sehari-hari. Peralatan utamanya adalah batu, tombak, dan panah, sementara yang diperebutkan adalah hewan buruan. Untuk sukses di era ini, manusia harus kuat dan cekatan. Perilakunya pun sangat individualis. Bila seseorang mengetahui bahwa sudah ada orang lain yang pergi ke arah utara, besar kemungkinan ia akan memilih arah lain untuk berburu. Dan siapa yang membawa hasil buruan yang lebih ‘bergengsi’, misalnya macan atau beruang, akan lebih dihormati dibandingkan dengan yang pulang hanya membawa ayam atau kelinci, tanpa memandang senioritas.
Abad berganti, zaman berubah. Era batu berganti menjadi era kehidupan berbasis pertanian. Peralatan utamanya adalah cangkul dan traktor tradisional. Sedangkan hal yang diperbutkan adalah lahan pertanian. Meskipun demikian apabila seseorang berhasil menanam kentang di daerah utara, misalnya, besar kemungkinan orang lain akan ikut menanam di sekitar daerah yang sama. Dengan demikian, budaya kerjasama mulai terbentuk. Kerjasama mengupayakan irigasi, mengusir hama, dan sebagainya. Karena orang-orang yang lahir lebih dahulu memiliki pengalaman hidup, biasanya yang lebih muda belajar dari tua, sehingga konsep senioritas menjadi di kenal di era ini.
Selang beberapa abad, dengan ditemukannya mesin-mesin, era industri mulai berkembang. Peralatan utamanya mesin dan teknologi. Karena itu, perebutan lahan berganti menjadi perebutan modal dan teknologi. Kemajuan pesat terjadi di era industri. Produktifitas melonjak tinggi. Di era ini organisasi yang sukses adalah yang berhasil menciptakan nilai tambah dengan mengelola sumber dayanya seoptimal mungkin yaitu meliputi man (manusia), money (uang), machinaries (mesin-mesin), material (bahan baku) dan methods (metodologi).
Ekonomi abad 21: Era Ekonomi Pengetahuan
Abad 21 menjadi abad teknologi. Bukan sekedar mesin yang terbaik, tetapi SDM yang mengelola mesin tersebut juga harus yang terbaik. Percuma saja memiliki mesin yang canggih namun SDM yang mengelolanya tidak dibekali pengetahuan tentang mesin tersebut. Selain itu, kebutuhan akan sumber informasi akurat, pengetahuan yang up to date dan kualitas yang bagus juga menjadi penting, terlebih pada perusahaan perbankan.
Para pemimpin perusahaan kini lebih serius dalam memperhatikan SDM dalam menentukan pola penentuan strategi dan kebijakan secara terpadu. Pengelolaan peningkatan kapasitas SDM seperti yang tersebut di atas menjadi sangat penting karena memegang peran utama dalam pelaksanaan kegiatan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan.
Sebagai ilustrasi, sekeping DVD kosong hanya seharga Rp 5.000,- namun setelah diisi dengan suatu program perangkat lunak atau data tertentu, harganya bisa menjadi Rp 500.000,- hingga Rp 2.000.000,- atau bahkan lebih. Meningkat 50 hingga 500 kali lipat atau lebih. Pertanyaannya, hal apakah yang membuat DVD kosong tersebut menjadi mahal? Tidak lain adalah karena isi program atau dokumen yang ada di dalamnya. Begitu pula dengan SDM, ia menjadi begitu bernilai jika memiliki kualitas dan kapasitas yang baik. Lalu apa yang diperlukan untuk membuat SDM tersebut menjadi berkulitas? Jawabannya adalah knowledge.
Era knowledge economy, penguasaan dan kecepatan aliran knowledge dan informasi menjadi begitu dominan dalam menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Peningkatan 50 kali lipat bahkan lebih dapat terjadi pada abad 21 dengan meningkatnya produktifitas karya pengetahuan dan para SDM yang berpengetahuan luas (knowlegde worker). Jika kekayaan perusahaan yang paling berharga di abad ke-20 adalah peralatan produksi, di abad 21 ini kekayaan perusahaan adalah para knowledge worker dan produktifitas mereka.
Dengan adanya globalisasi pasar dan teknologi, demokratisasi informasi, keterhubungan yang universal, tumbuhnya persaingan seara deret ukur, pergeseran dari pencepatan kekayaan melalui uang menjadi melalui orang dan adanya free agency (knowledge worker market) menjadi faktor pendukung Knowledge ekonomy. Yang diperebutkan di era ini adalah talenta individu yang memiliki pengetahuan dan informasi, dengan perilaku yang mau berbagi (sharing) dan berkolaborasi dengan orang lain.
Sedangkan metode untuk membentuk SDM knowledge worker adalah dengan memimpin SDM tersebut agar selalu meng-update pengetahuannya kemudian sharing ke rekan-rekan yang lainnya. Inilah yang disebut knowledge management (KM). Seorang pakar KM, Chun Wei Choo mengatakan, “KM adalah kerangka kerja untuk merancang tujuan organisasi, struktur dan proses sehingga organisasi dapat menggunakan apa yang ia tahu untuk belajar dan menciptakan nilai bagi pelanggan dan masyarakatnya.” KM melakukan pengelolaan pengetahuan dengan mengembangkan budaya kerja berbasis pengetahuan, leadership, inovasi, pengelolaan intellectual capital, kolaborasi, organisasi pembelajar, pengelolaan customer dan transformasi pengetahuan sebagai nilai perusahaan.
Banyak perusahaan besar dunia seperti General Electric, Toyota, Google, Microsoft, Samsung Group, dan lain sebagainya telah menerapkan KM untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas SDM-nya. Dan hasilnya, mereka menjadi ‘raja’ dan behasil di industrinya masing-masing.
Kelangkaan SDM yang berkualitas memang menjadi salah satu masalah pada industri perbankan syariah). Pengertian SDM di sini mengacu pada orang yang memiliki komitmen, kualifikasi dan kompetensi tertentu sehingga bisa berpartisipasi dan memberikan konstribusi sesuai dengan bidang atau tugasnya masing-masing dengan baik. Kalaupun ada SDM yang seperti itu maka sudah dipastikan banyak dari mereka telah terserap pada perbankan lain yang dari sisi brand image, kualitas serta remunasi lebih baik
Mengulas sedikit ke belakang tentang cara manusia bertahan hidup dan melakukan aktifitas ekonominya. Pada awalnya, manusia hidup di era batu di mana hanya mengandalkan cara berfikir dan peralatan yang sederhana untuk mendukung kehidupannya sehari-hari. Peralatan utamanya adalah batu, tombak, dan panah, sementara yang diperebutkan adalah hewan buruan. Untuk sukses di era ini, manusia harus kuat dan cekatan. Perilakunya pun sangat individualis. Bila seseorang mengetahui bahwa sudah ada orang lain yang pergi ke arah utara, besar kemungkinan ia akan memilih arah lain untuk berburu. Dan siapa yang membawa hasil buruan yang lebih ‘bergengsi’, misalnya macan atau beruang, akan lebih dihormati dibandingkan dengan yang pulang hanya membawa ayam atau kelinci, tanpa memandang senioritas.
Abad berganti, zaman berubah. Era batu berganti menjadi era kehidupan berbasis pertanian. Peralatan utamanya adalah cangkul dan traktor tradisional. Sedangkan hal yang diperbutkan adalah lahan pertanian. Meskipun demikian apabila seseorang berhasil menanam kentang di daerah utara, misalnya, besar kemungkinan orang lain akan ikut menanam di sekitar daerah yang sama. Dengan demikian, budaya kerjasama mulai terbentuk. Kerjasama mengupayakan irigasi, mengusir hama, dan sebagainya. Karena orang-orang yang lahir lebih dahulu memiliki pengalaman hidup, biasanya yang lebih muda belajar dari tua, sehingga konsep senioritas menjadi di kenal di era ini.
Selang beberapa abad, dengan ditemukannya mesin-mesin, era industri mulai berkembang. Peralatan utamanya mesin dan teknologi. Karena itu, perebutan lahan berganti menjadi perebutan modal dan teknologi. Kemajuan pesat terjadi di era industri. Produktifitas melonjak tinggi. Di era ini organisasi yang sukses adalah yang berhasil menciptakan nilai tambah dengan mengelola sumber dayanya seoptimal mungkin yaitu meliputi man (manusia), money (uang), machinaries (mesin-mesin), material (bahan baku) dan methods (metodologi).
Ekonomi abad 21: Era Ekonomi Pengetahuan
Abad 21 menjadi abad teknologi. Bukan sekedar mesin yang terbaik, tetapi SDM yang mengelola mesin tersebut juga harus yang terbaik. Percuma saja memiliki mesin yang canggih namun SDM yang mengelolanya tidak dibekali pengetahuan tentang mesin tersebut. Selain itu, kebutuhan akan sumber informasi akurat, pengetahuan yang up to date dan kualitas yang bagus juga menjadi penting, terlebih pada perusahaan perbankan.
Para pemimpin perusahaan kini lebih serius dalam memperhatikan SDM dalam menentukan pola penentuan strategi dan kebijakan secara terpadu. Pengelolaan peningkatan kapasitas SDM seperti yang tersebut di atas menjadi sangat penting karena memegang peran utama dalam pelaksanaan kegiatan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan.
Sebagai ilustrasi, sekeping DVD kosong hanya seharga Rp 5.000,- namun setelah diisi dengan suatu program perangkat lunak atau data tertentu, harganya bisa menjadi Rp 500.000,- hingga Rp 2.000.000,- atau bahkan lebih. Meningkat 50 hingga 500 kali lipat atau lebih. Pertanyaannya, hal apakah yang membuat DVD kosong tersebut menjadi mahal? Tidak lain adalah karena isi program atau dokumen yang ada di dalamnya. Begitu pula dengan SDM, ia menjadi begitu bernilai jika memiliki kualitas dan kapasitas yang baik. Lalu apa yang diperlukan untuk membuat SDM tersebut menjadi berkulitas? Jawabannya adalah knowledge.
Era knowledge economy, penguasaan dan kecepatan aliran knowledge dan informasi menjadi begitu dominan dalam menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Peningkatan 50 kali lipat bahkan lebih dapat terjadi pada abad 21 dengan meningkatnya produktifitas karya pengetahuan dan para SDM yang berpengetahuan luas (knowlegde worker). Jika kekayaan perusahaan yang paling berharga di abad ke-20 adalah peralatan produksi, di abad 21 ini kekayaan perusahaan adalah para knowledge worker dan produktifitas mereka.
Dengan adanya globalisasi pasar dan teknologi, demokratisasi informasi, keterhubungan yang universal, tumbuhnya persaingan seara deret ukur, pergeseran dari pencepatan kekayaan melalui uang menjadi melalui orang dan adanya free agency (knowledge worker market) menjadi faktor pendukung Knowledge ekonomy. Yang diperebutkan di era ini adalah talenta individu yang memiliki pengetahuan dan informasi, dengan perilaku yang mau berbagi (sharing) dan berkolaborasi dengan orang lain.
Sedangkan metode untuk membentuk SDM knowledge worker adalah dengan memimpin SDM tersebut agar selalu meng-update pengetahuannya kemudian sharing ke rekan-rekan yang lainnya. Inilah yang disebut knowledge management (KM). Seorang pakar KM, Chun Wei Choo mengatakan, “KM adalah kerangka kerja untuk merancang tujuan organisasi, struktur dan proses sehingga organisasi dapat menggunakan apa yang ia tahu untuk belajar dan menciptakan nilai bagi pelanggan dan masyarakatnya.” KM melakukan pengelolaan pengetahuan dengan mengembangkan budaya kerja berbasis pengetahuan, leadership, inovasi, pengelolaan intellectual capital, kolaborasi, organisasi pembelajar, pengelolaan customer dan transformasi pengetahuan sebagai nilai perusahaan.
Banyak perusahaan besar dunia seperti General Electric, Toyota, Google, Microsoft, Samsung Group, dan lain sebagainya telah menerapkan KM untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas SDM-nya. Dan hasilnya, mereka menjadi ‘raja’ dan behasil di industrinya masing-masing.
Kelangkaan SDM yang berkualitas memang menjadi salah satu masalah pada industri perbankan syariah). Pengertian SDM di sini mengacu pada orang yang memiliki komitmen, kualifikasi dan kompetensi tertentu sehingga bisa berpartisipasi dan memberikan konstribusi sesuai dengan bidang atau tugasnya masing-masing dengan baik. Kalaupun ada SDM yang seperti itu maka sudah dipastikan banyak dari mereka telah terserap pada perbankan lain yang dari sisi brand image, kualitas serta remunasi lebih baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada yang mau berpendapat?