Jakarta - Pemerintah terus melakukan reformasi
perencanaan dan penganggaran dengan indikator performace base budgeting.
Namun belum semua stakeholder termasuk anggota DPR dan pimpinan daerah
belum paham 100%.
"Kalau melihat seminar, sampai dimana mau
kemana, apakah seluruh pelaku paham performace base budgeting? Saya ragu
stakeholder memahami, termasuk DPR dan daerah," kata Wakil Menteri
Negara PPN/Wakil Kepala Bappenas, Lukita Dinarsyah Tuwo di Jakarta,
Kamis (30/8/2012).
Padahal pada masa mendatang reformasi
perencanaan dan penganggaran lebih banyak menjadid tanggung jawab
pemerintah tingkat daerah. "Ke depan tanggung jawab lebih besar ada pada
pelaku, Kementerian Lembaga dan Daerah. Perlu edukasi yang intens
kepada pelaku dan daerah," ucapnya.
Dirjen Anggaran Kementerian
keuangan, Herry Purnomo menambahkan, penerapan reformasi anggaran
membutuhkan waktu. Terlebih kini penganggaran berdasarkana prinsip
akuntansi, hingga apa yang terjadi dahulu sangat berbeda.
30 Agustus 2012
29 Agustus 2012
Mengapa Reformasi Birokrasi Berjalan Lambat?
Oleh: Imam Alfie
Sejak 2005, pemerintah telah menyuarakan program reformasi birokrasi. Pada tahun 2006-2007, dimulai di Departemen X (sekarang Kementerian X), sejumlah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dimulai. Dari penerapan key performance indicators, perubahan tatalaksana pelayanan (perpajakan dan perbendaharaan), pemetaan potensi pegawai, hingga perbaikan kesejahteraan pegawai melalui pemberian tunjangan kinerja. Gerakan yang dimulai Kementerian X secara instansional ini kemudian diadaptasi ke kebijakan nasional pada tahun 2008 dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor Per/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.
Menyebut reformasi birokrasi sebagai inisiatif Kementerian X tentu salah besar. Upaya reformasi birokrasi telah dimulai dari sejumlah pemerintah daerah, seperti Jembrana, Solok, Tanah Datar, Sragen, Kota Yogyakarta, atau Kota Tarakan. Upaya ini telah dimulai sejak awal dekade 2000-an dan karena menjadi semakin masif, maka perlu dijadikan kebijakan nasional. Untuk itulah pada tahun 2010 pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Perihal kedua kebijakan ini dilihat dari perspektif lain, saya punya opini dan akan saya tuliskan di artikel selanjutnya.
27 Agustus 2012
Serial Catatan Harian PNS: Jengah
kata itu yang kemudian menuntun saya untuk kembali memulai tulisan di blog ini setelah sekian tahun vakum. 'Jengah' yang membuat jari-jari saya 'menari-nari' di keyboard untuk menuliskan kembali hari-hari yang (entah) berlalu dengan banyak kemunafikan. yang terakhir.. 'Jengah..' untuk kemudian saya hanya bisa berbagi lewat tulisan ini, tentang hari-hari yang kini terus menghinggapi. Kenapa? karena melihat atau bahkan berkubang dengan kemunafikan.. Apa pasal? Ya. kini saya yang tidak pernah terlintas dari dulu untuk menjadi seorang 'abdi negara' (begitu orang kata) kini menjalani profesi tersebut (saya yang lebih suka disebut 'abdi rakyat').
Saya ingin memulai dengan kata 'Pengabdian'. Ya...! sebuah profesi yang
berat jika orang-orang yang memiliki profesi itu sadar dengan
penerjemahan kata tersebut. Namun apa alasan mereka menginginkan profesi
ini? ratusan ribu orang memperebutkan profesi ini. Bahkan tak sedikit
yang main belakang hingga mengorbankan masa harta yang tidak sedikit.
Apakah demikian mahalnya harga dari sebuah 'pengabdian'?
Langganan:
Postingan (Atom)